PT Pertamina (Persero) menyebut biaya operasional kilangnya mengalami penurunan rata-rata sekitar US$3,67 per barel. Biaya operasional kilang Pertamina ini dinilai lebih rendah dibandingkan biaya operasional kilang di Singapura yang mencapai US$7,81 per barel.
Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional Taufik Aditiyawarman menuturkan, biaya operasional kilang terendah dicapai dua kilang, yakni Refinery Unit (RU) IV Cilacap dengan US$2,83 per barel dan RU III Plaju seharga US$2,92 per barel. “Upaya pembangunan dan revamping kilang terus dilakukan Pertamina dan hasilnya mampu menekan operasional kilang, bahkan lebih rendah dari perusahaan migas lainnya di Asia Pasifik,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Jumat (9/9)
Ia menyampaikan penurunan operasional kilang diperoleh dari penghematan yang dilakukan Pertamina, terutama dalam pengadaan minyak mentah.
Saat ini, untuk pengadaan crude Pertamina senilai US$69,246 per barel, lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan lain yang berada di angka US$69,46 per barel dan satu perusahaan migas lain jauh di atas yakni US$71,80 per barel.
Dengan program RDMP yang terus berjalan, kilang Pertamina diklaim lebih fleksibel dalam mengolah berbagai jenis minyak mentah. Sehingga, kata Taufik, rata-rata Net Cash Margin (NCM) Pertamina positif dengan US$4,88 per barel. Jauh dibandingkan dengan Malaysia Pertronas US$1,56 per barel.
Taufik berujar upaya menekan biaya operasi salah satunya dengan penurunan biaya pembelian crude. “Karena porsi terbesar dalam produksi BBM adalah biaya pembelian minyak mentah yang mencapai 92% dari Biaya Pokok Produksi,” pungkasnya. (OL-12)